Monday, May 28, 2007

Young Bride by Midlake




Saya lagi cinta sekali dengan band ini. Album kedua mereka yang berjudul The Trials of Van Occupanther sedang saya dengarkan berulang kali. Ini adalah salah satu lagu mereka yang paling saya suka. Videonya juga sangat selaras dengan lagunya. Silahkan diunduh jika ingin melihat.

Wednesday, May 16, 2007

Holga Tour de Jakarta




Untuk keterangannya bisa dilihat disini

Holga Tour de Bandung




Untuk keterangannya bisa dilihat disini

Holga Tour de Singapore




Setelah sekian lama tersimpan, akhirnya klise-klise film dari kamera holga saya bisa tercetak. Selama ini saya tidak pernah mencetak disebabkan oleh kendala keuangan..Memang hobi ini sangat menguras uang..huhu..Dan juga karena saya lebih banyak di bandung, kesulitan saya adalah mencari tempat mencetak film medium format di bandung..Untungnya sekarang sudah ada tempat mencuci film di bandung yang bisa mencuci film medium format dan bagusnya harganya lebih murah daripada di jakarta..hehe..Ini adalah sebagian hasilnya..

untuk foto yang lain, bisa dilihat disini dan disini

Tuesday, May 15, 2007

Folk Music for a Beginner



Sudah lama saya tidak membuat mix cd. Dan
akhirnya minggu yang lalu, saat saya pulang ke rumah di Jakarta, saya tergerak
untuk membuatkan adik perempuan saya sebuah mix cd. Adik saya ini adalah tipe
orang yang mendengarkan musik hanya sepintas saja. Yang banyak ia dengar hanya yang
ada di televisi maupun radio, tanpa pernah membeli secara khusus sebuah album
yang ia sukai. Karena sesungguhnya dia tidak pernah mempunyai penyanyi atau
band yang benar-benar ia suka. Semuanya mempunyai kadar yang sama bagi dia. Maka
dari itu sudah tugas saya untuk meracuni dia dengan berbagai musik yang saya
sukai..hehe..Dengan harapan dia bisa suka juga suatu saat nanti.





Sebelumnya yang sering saya lakukan biasanya
hanya menaruh file-file mp3 di komputer dia, dengan maksud agar ia mendengarkannya
disaat senggang. Tapi pada kelanjutannya, file-file mp3 tersebut jarang sekali
ia buka dan dengarkan. Malas katanya. Karena dia juga tidak tahu harus memulai
darimana. Maka sekarang saya mau mencoba cara lain, untuk membuatkan dia sebuah
mix cd.





Dari pembicaraan saya mengenai musik dengan
dia, sepertinya selera musik saya dengan adik saya cukup sejalan. Dia tidak
menyukai musik hingar bingar yang penuh dengan distorsi dengan vokal yang
berteriak. Dia lebih menyukai musik yang lebih lembut dan simpel. Berangkat dari
situ, saya coba untuk mengenalkan musik folk kepadanya. Saya sengaja pilih
musisi-musisi folk era tahun 60an-70an, agar sebelum ia menyukai musik folk era
sekarang, ia harus mengetahui dulu akarnya. Sebenernya masih banyak musisi folk
yang lebih dedengkot daripada list ini, tapi rasanya ini sudah cukup memenuhi
sebagai dasar untuk mengenalkan musik folk. Oleh sebab itu cd ini saya beri
judul Folk Music for a Beginner.











Saya tidak berharap banyak sekarang, bahwa
adik saya akan langsung menyukai cd ini, tapi mudah-mudahan musik yang ada di
mix cd ini bisa sedikit menenangkan dia disaat sedang suntuk dalam mengerjakan
tugas kuliahnya atau juga bisa sebagai musik pengantar tidur baginya. Ini
tracklistnya.

Folk Music for a Beginner



  1. Bert Jansch and Albert Lee – If I Were a Carpenter
  2. Ralph Mctell – Street of London
  3. Donovan - Little Boy in Corduroy
  4. Simon and Garfunkel – Peggy-O
  5. Leonard Cohen - Hey, That's No Way To Say Goodbye
  6. Peter, Paul, and Mary - Puff (The Magic Dragon)
  7. Nick Drake – Northern Sky
  8. Joni Mitchell – A Case of You
  9. Bob Dylan – Fo’boy
  10. Francoise Hardy – Soleil
  11. Cat Steven – Father and Son
  12. John Martyn – May You never
  13. Fairport Convention – Ginnie
  14. Vashti Bunyan – Swallow Song





Sunday, May 13, 2007

The Reminder

Rating:★★★★
Category:Music
Genre: Other
Artist:Feist
Setelah era keemasan Joni Mitchell berakhir di tahun 80an, rasanya tidak ada lagi penyanyi wanita dari Kanada yang mempunyai talenta yang begitu besar. Yang ada hanyalah seorang penyanyi pop karbitan bernama Avril Lavigne dengan kemampuan yang terbatas namun sangat terobsesi dengan musik rock atau juga seorang wanita kurus bernama Celine Dion yang lengkingan suaranya yang tinggi dan menggelegar bisa membuat setiap lansia meninggal lebih cepat karena serangan jantung.

Akhirnya setelah penantian yang panjang, di tahun 2004 melalui album Let It Die, kita kembali disuguhkan dengan sajian musik yang menakjubkan yang dihasilkan dari seorang penyanyi wanita sekaligus penulis lagu penuh bakat dari Kanada yang bernama Leslie Feist. Album tersebut meraih angka penjualan yang fantastis serta dilengkapi dengan berbagai pujian dan penghargaan dari banyak pihak. Album Let It Die - yang sebenarnya merupakan album keduanya - adalah monumen berharga yang membuat namanya lebih dikenal publik secara luas.

Feist kini menjadi mutiara dari Kanada yang semakin berkilau. Dan album terbarunya ini yang bertajuk The Reminder akan semakin menuntun Feist kepada puncak karirnya. Album ini penuh akan petualangan musikal yang lebih berwarna, lebih luas dan lebih kompleks dari apa yang pernah dilakukannya di album sebelumnya. Singel pertama “My Man, My Moon” menampilkan harmonisasi suara Feist yang tidak terduga untuk bisa melekat kuat di kepala kita. Sementara itu musiknya sendiri terdengar seperti sebuah aksi disko yang tersamar, dengan irama drum dan bass yang rapat dan statis serta dengan melodi yang repetitif dari piano yang bermain di nada yang rendah.

Pada “Sea Lion Woman” – yang merupakan adaptasi dari lagu tradisional yang pernah dipopulerkan oleh Nina Simone – Feist membawa kita kepada kemeriahan ibadat hari minggu dalam sebuah gereja yang mayoritas umatnya warga Afrika Amerika, lengkap dengan tepuk tangan beritmik dan suara koor yang dinamis. Sampai pada pertengahan lagu, semua itu diambil alih oleh melodi gitar yang menggarang tajam yang memberi nuansa rock yang kental dan agresif.

Lagu lain yang juga masih menampilkan sisi agresif dari Feist adalah lagu “I Feel It All” yang bernuansa jangly dengan sepenggal momen spontan atas sebuah ironi dari kebebasan, seraya ia berseru “The wings are wide / I’ll be the one who'll break my heart” Sementara itu lagu up beat lainnya seperti “Past in Present” mengingatkan saya kepada apa yang pernah dilakukannya dengan grup kolektif Broken Social Scene.

Bagi yang mencintai sisi sentimentil dari Feist, album ini juga menawarkan banyak lagu-lagu down tempo yang akan menggugah perasaan. Dimulai dengan lagu pembuka dalam album ini yang berjudul “So Sorry”, yang mempunyai aura kelembutan yang sama dengan “Gatekeeper” - lagu pembuka dalam album Let It Die - “I'm sorry, two words / I always think after you're gone / When I realize I was acting all wrong”, Feist bernyanyi dengan tulus dan bersahaja di tengah iringan brush drums, upright bass, dan gitar akustik yang berbisik lembut. Rasanya tidak mungkin kita tidak menerima permintaan maaf darinya, terlebih saat dia berucap di ujung lagu “We don't need to fight and cry / we could hold each other tight..tonight”

Untuk lirik, album ini mungkin terasa lebih personal dan juga reflektif bagi Feist. Dengan kemampuannya berfilosofi dengan berbagai metafora yang mengiringi, lirik Feist selalu tampak segar dan jauh dari klise "Clouds part just to give us a little sun" Feist bernyanyi di awal lagu “The Limit To Your Love". Sebuah track emosional yang didramatisir dengan kehadiran string section yang merayap dan bergetar yang seakan-akan merefleksikan sebuah ketegangan diantara dua orang kekasih yang baru saja berselisih. Sedangkan pada lagu penutup album “How My Heart Behaves”, Feist bernyanyi “What grew and inside who / Like water lost in the sea” di tengah alunan piano dan harpa yang saling bersahut yang menjadikan track ini sebagai sebuah ode dari ketidakstabilan emosi dari dirinya.

Biarpun lirik dalam album ini terasa lebih melankolis, Feist tetaplah seorang gadis menyenangkan yang suka menari gembira dengan koreografi yang lucu seperti saat ia menyanyikan “Mushaboom” – singel terbesarnya di album terdahulu. Kali ini lagu “1234” yang bisa mewakili kegembiraan tersebut. Lagu ini sangat kuat untuk bisa menjadi singel berikutnya atau mungkin juga bisa menjadi single of the year. Hanya dalam waktu tiga menit, lagu ini bisa mengobarkan semangat suka cita yang begitu meriah, dirayakan dengan bebunyian banjo, gitar akustik, piano, string section, serta brass section yang saling berpadu dengan megahnya.

Untuk suara Feist sendiri, rasanya saya tidak perlu lagi berbicara banyak, karena semua orang saat ini seharusnya sudah mengetahui kehebatan dan keunikan suaranya. Suara Feist selalu memiliki muatan emosi yang magis yang membuat lagu sesimpel apapun akan terdengar sangat bernyawa. Seperti yang dilakukannya pada lagu “The Water” dan juga “Intuition” dalam album ini. Mungkin kalau bukan Feist yang bernyanyi, lagu-lagu tersebut pasti akan terasa sangat membosankan.

Album ini secara keseluruhan telah berhasil dalam melanjutkan kesuksesan album Feist terdahulu tanpa harus mengulangi formula yang sama. Jika album Let It Die terdengar lebih halus dan terprogram, album The Reminder tampak lebih organik dan kasar. Contoh paling signifikan bisa didengar dalam “The Park” yang mempunyai kualitas suara seperti rekaman demo; direkam di tengah taman yang penuh dengan burung-burung berkicau yang menjadikan lagu ini mempunyai ambient yang sempurna sekaligus unik.

Saya sebagai penggemar Feist yang telah menanti selama kurang lebih tiga tahun untuk album terbarunya ini, merasa sangat puas. Feist is back with a reminder of what made her so special in the first place.